Perkembangan Keraton Kasepuhan

Perkembangan tahap pertama, pada tahun 1452, hanya terdapat bangunan dalem agung pakungwati. Bangunan-bangunan yang ada di Padepokan Pakungwati mempunyai beberapa kesamaan struktur yaitu: pada bagian bawah bangunan menggunakan susunan bata merah dengan ornamen wadasan di setiap sisinya. Kemudian pada bagian tengah, merupakan bagian terbuka berupa tiang tanpa dinding, setiap tiangnya memiliki pondasi umpak berbentuk lesung tanpa ornamen, tiangnya berupa tiang kayu dengan pondasi umpak yang pada pangkalnya diberi ukiran dengan motif rucuk bung,  sementara   pada  bagian  atap bangunan ini berbentuk atap bertipe malang semirang dengan genteng sebagai bahan    penutupnya. Bangunan tanpa dinding seperti ruang terbuka ini memiliki konsep kosmologi yaitu berupa kesatuan terhadap alam sekitar.

Ditahun 1452, pada komplek keraton Keraton Kasepuhan hanya terdapat bangunan Dalem Agung Pakungwati.

Perkembangan tahap kedua, selain dalem agung pakungwati pada tahun Ditahun 1500, Mesjid Agung pun berdiri. Disusul dengan siti inggil, museum benda kuno, kuncung dan kutagara wadasan, pungukuran, dan Pintu buk bacem.

Ditahun 1500, Mesjid Agung pun berdiri. Disusul dengan siti inggil, museum benda kuno, kuncung dan
kutagara wadasan, pungukuran, dan pintu buk bacem

Siti Inggil dikelilingi tembok bata merah dengan pasangan piring keramik dan pintu masuk berupa Candi Bentar. Jika dilihat dari bentuk dan ornamen yang menghiasi bangunan ini, siti inggil mengadopsi budaya dari hindu berupa candi bentar dan budaya dari cina berupa pasangan piring keramik. Strukturnya berupa tumpukan bata  merah yang saling digesekan antara satu dan lainnya. Di Siti Inggil berdiri lima buah bangunan tanpa dinding beratap sirap, deretan depan dari barat  ke  timur:

Mande Pendawa Lima, bagian bawah terbuat dari susunan bata merah dengan ornamen menyerupai motif wadasan. Motif wadasan ini merupakan motif dari Cina. Bagian tengah dari bangunan ini hanya berupa tiang yang berjumlah lima buah, melambangkan rukun Islam. Kemudian pada bagian atas, berupa atap joglo yang  terbuat dari bahan sirap.
Mande Malang Semirang atau Mande Jajar. Tiang tengahnya yang (berukir) 6 buah melambangkan rukun iman, seluruhnya ada 20 tiang, ini melambangkan sifat 20 (sifat Ketuhanan).

Tiang-tiang yang terdapat pada bangunan ini memiliki banyak ornamen, pada bagian bawah tiang memiliki pondasi umpak berbentuk lesung dengan ukiran flora berupa  motif kangkungan dan motif keliangan yang berasal dari ragam  hias  jawa barat.

Mande Semar Tinandu: bagian bawah terbuat dari susunan bata merah dengan ornamen menyerupai motif wadasan. Bagian tengah dari bangunan ini hanya berupa tiang yang berjumlah dua buah, melambangkan dua kalimat syahadat. Kemudian pada bagian atas, berupa atap bertipe joglo yang terbuat dari bahan sirap.

Mande Karesman : bagian bawah bangunan ini terbuat dari susunan bata merah dengan ornamen menyerupai motif wadasan. Sedangkan bagian tengah hanya berupa tiang dengan pondasi umpak tanpa ornamen yang berjumlah delapan buah.
Mande pengiring : bagian bawah bangunan ini terbuat dari susunan bata merah dengan ornamen menyerupainya motif wadasan. Sedangkan bagian tengah hanya berupa tiang yang berjumlah delapan buah dan bagian  atas berupa atap bertumpuk bertipe malang semirang yang terbuat dari bahan sirap.
Bangunan museum benda kuno ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan bangunan-bangunan yang ada di siti inggil. Pada bangunan ini sudah menggunakan tembok bata yang tertutup hingga ke atap, ornamen-ornamen yang digunakannya tidak banyak hanya  berupa list yang terdapat pada pintu masuk. bangunan ini,  bawahnya berukir Wadasan yang melambangkan Manusia hidup harus mempunyai pondasi yang kuat, atasnya berukir Mega Mendungan yang melambangkan .jika sudah menjadi pimpinan atau raja harus bisa mengayomi bawahannya atau rakyatnya. Gapura ini disebut Gapura Kutagara Wadasan.

Pintu buk bacem dibingkai oleh gapura yang tampak seperti mengadopsi kebudayaan Gujarat yaitu berupa lekungan (vault), namun juga terdapat piring / cawan yang ditempelkan sebagai ornamen, ,dimana piring / cawan  tersebut adalah berasal dari kebudayaan Cina. Bangunan pungkuran ini juga terlihat sebagai hasil akulturasi dari dua kebudayaan yang berbeda. Dimana pendopo dengan atap limasan memiliki tiang kolom bergaya Eropa.
Tahap ketiga perkembangan keraton kasepuhan, pada tahun 1529 terdapat penambahan bangunan- bangunan seperti Bale Kambang, Dalem Arum Kedalem, Bangsal Agung, Bangunan Kaputren beserta Paseban Kaputren, Bangsal Pringgadani, dan Jinem Pangrawit, serta Taman Bunderan Dewandaru.
Ditahun 1529, terdapat penambahan bangunan-bangunan seperti Bale Kambang, Dalem Arum Kedalem, Bangsal Agung, Bangunan Kaputren beserta Paseban Kaputren, Bangsal Pringgadani, dan Jinem Pangrawit, serta Taman Bunderan Dewandaru.

Pada tahun 1678, terdapat tambahan berupa jinem pangrawit.  Jinem Pangrawit adalah berupa pendopo yang merupakan bangunan tradisional    Jawa    namun    memiliki elemen kolom yang merupakan hasil akulturasi dari kebudayaan Eropa
Tahap keempat perkembangan kraton kasepuhan, pada tahun 1678 terdapat pemnambahan berupa jinem pangrawit.

Pada tahun 1682, perkembangan tahap kelima, terdapat penambahan berupa bangsal prabayaksa. Bangsal prabayaksa memiliki ornamen dinding berupa keramik dari Eropa yang sejak pemasangannya hingga saat ini belum pernah mengalami perbaikan. Setiap keramik tersebut menggambarkan/ menceritakan kisah-kisah yang  terdapat didalam Injil.

Keramik-keramik tersebut membingkai relief bergambar bunga lotus dan burung kakak tua, dimana relief tersebut berasal dari kebudayaan Budha.
Pada tahun 1845, perkembangan tahap keenam, terdapat penambahan berupa Gajah Nguling yang merupakan jejak nyata dari pengaruh budaya Eropa terhadap keraton Kasepuhan

Ditahun 1678 Terdapat penambahan berupa Jinem Pangrawit

Ditahun 1682 Terdapat penambahan berupa Bangsal Prabayaksa

Ditahun 1845, terdapat penambahan berupa Gajah Nguling yang merupakan jejak nyata dari
pengaruh budaya Eropa terhadap keraton Kasepuhan. Gajah nguling ini merupakan wujud yang sangat jelas akan keberadaan akulturasi dengan kebudayaan  Eropa.
Pada akhirnya kompleks keraton Kasepuhan terdiri atas bangunan-bangunan seperti yang ditunjukan gambar diatas.

Developments Kasepuhan
The development of the first phase, in 1452, there were only Pakungwati grand palace buildings. The buildings in Padepokan Pakungwati having some structural similarity, namely: on the lower part of the building using red brick structure with Wadasan ornaments on each side. Then in the middle, an open section in the form of pillars without walls, each pillar has a foundation base with shaped dimples without ornamentation, pillars in the form of wooden poles with foundation pedestals are at the base carved with motifs rucuk bung, while on the roof of the building is shaped roof type unfortunate Semirang with tile as cover material. Building without walls as open space has a cosmological concepts that form the unity of the natural surroundings.

In the year 1452, the palace complex of buildings there is only Kasepuhan Dalem Agung Pakungwati.

The development of the second phase, in addition to the great palace Ditahun Pakungwati in the year 1500, the Great Mosque stood. Followed by siti inggil, museum artifacts, tuft and kutagara Wadasan, pungukuran, and the doors slam bacem.

In the year 1500, the Great Mosque stood. Followed by siti inggil, museum artifacts, tuft and
kutagara Wadasan, pungukuran, and the doors slam bacem

Siti Inggil surrounded by red brick walls with ceramic plates and the pair form Bentar temple entrance. If seen from the shape and ornaments that adorn this building, siti inggil adopt the culture of Hindu temples in the form of a minute and culture of China in the form of pairs of ceramic plates. The structure is a pile of red bricks that are digesekan between one and the other. Siti Inggil stands at five shingle-roofed building without walls, front row from west to east:

Mande Pendawa Lima, the bottom is made of red brick structure with ornamental motifs resembling Wadasan. Wadasan motif is a motif of China. The middle section of the building is just a pile of five pieces, symbolizing the five pillars of Islam. Then at the top, in the form joglo roof made of shingle.
Mande or Mande Jajar Semirang Malang. The center pole (engraved) 6 pieces symbolize the pillars of faith, a total of 20 poles, 20 symbolizes nature (nature of the Godhead).

Masts contained on this building has a lot of ornaments, on the bottom of the pole has a dimple-shaped pedestal foundation with carved floral motifs form keliangan kangkungan and motifs derived from the decoration of western Java.

Mande Semar Tinandu: the bottom is made of red brick structure with ornamental motifs resembling Wadasan. The middle section of the building is just a pole, amounting to two, symbolizing the two sentences creed. Then at the top, in the form of type joglo roof made of shingle.

Mande Karesman: the lower part of the building is made of red brick structure with ornamental motifs resembling Wadasan. Whereas the central part is only a pole with foundation pedestals without ornaments of eight pieces.
Mande accompaniment: the lower part of the building is made of red brick structure with ornamental motifs like it Wadasan. While the central part only in the form of eight pole pieces and the top of the roof in the form of stacked-type unfortunate Semirang made of shingle.
Building a museum of ancient objects have different characteristics with buildings in siti inggil. This building has been used on a brick wall that is covered up to the roof, ornaments used does not much just a list contained in the entrance. This building, beneath carved symbolizing Wadasan Human life must have a strong foundation, it carved Mega Mendungan symbolizing .if already a leader or a king should be able to protect his subordinates or subjects. This gate is called gate Kutagara Wadasan.

Bacem buk door framed by an archway that looked like adopting the culture of Gujarat in the form lekungan (vault), but also a plate / cup attached as an ornament, where dishes / bowls are derived from Chinese culture. Pungkuran building is also seen as a result of acculturation of two different cultures. Where the pavilion with a pyramid roof has a European-style columns pole.
The third stage of development kasepuhan palace, in 1529 there were additional buildings such as Bale Kambang, Dalem Arum Kedalem, General Ward, along with Paseban Kaputren Kaputren Building, Ward Pringgadani, and Jinem Pangrawit, and Park roundabout Dewandaru.

In the year 1529, there are additional buildings such as Bale Kambang, Dalem Arum Kedalem, General Ward, along with Paseban Kaputren Kaputren Building, Ward Pringgadani, and Jinem Pangrawit, and Park roundabout Dewandaru.

In 1678, there were an additional form of Jinem musicians. Jinem Pangrawit is in the form of the pavilion which is the traditional building Java but has elements of a column that is the result of acculturation of European culture
The fourth stage of development kasepuhan court, in 1678 there were pemnambahan be Jinem musicians.

In 1682, the fifth stage of development, there is the addition in the form of ward Prabayaksa. Prabayaksa ward has a wall ornament in the form of ceramics from Europe since its installation until now has not been improved. Each tile depicts / tell the stories contained in the Bible.

The ceramic frame moldings lotus flower and parrot, where the relief is derived from Buddhist culture.
In 1845, the sixth stage of development, there is the addition in the form of elephant Nguling which is the real traces of the influence of European culture to the palace Kasepuhan

There were additions in the year 1678 in the form of Jinem Pangrawit

There were additions in the year 1682 in the form of Ward Prabayaksa

In the year 1845, there were additions in the form of elephant Nguling which is the real traces of
European cultural influences on the palace Kasepuhan. Nguling elephant is a very clear manifestation of the existence of acculturation with European culture.
Ultimately Kasepuhan palace complex consists of buildings as shown in the picture above.

Leave a comment